Penugasan Internal Audit (Konsultasi) Pemerintah
PENUGASAN INTERNAL AUDIT (KONSULTANSI) PEMERINTAH
Kegiatan konsultansi merupakan pemberian saran, dengan jenis dan sifat kegiatan yang disepakati oleh auditor internal dan manajemen. Kegiatan ini bertujuan untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan tata kelola, manajemen risiko dan proses pengendalian. Dalam melaksanakan jasa konsultansi, auditor internal harus tetap menjaga objektivitasnya dan tidak mengambil alih tanggung jawab manajemen.
A. JENIS JASA KONSULTANSI
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kegiatan konsultansi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok kegiatan yaitu Advisory, Training dan Fasilitative. Kegiatan Advisory dirancang untuk memberikan saran. Misalnya, manajemen meminta auditor internal memberikan rekomendasi perbaikan untuk menilai efisiensi dan efektivitas proses bisnis tertentu atau, auditor internal diminta ikut serta dalam proses jaminan mutu (quality assurance). Contoh kegiatan konsultansi yang termasuk dalam kelompok advisory, adalah:
1. memberi saran atas rancangan pengendalian;
2. memberi saran selama proses pengembangan kebijakan dan prosedur;
3. memberi saran pemecahan masalah pada proyek‐proyek yang berisiko tinggi seperti proyek pengembangan sistem informasi; dan
4. memberi saran pada aktivitas‐aktivitas tertentu manajemen risiko organisasi.
Pengalaman yang diperoleh dari kegiatan assurance memberikan kemampuan bagi auditor internal untuk memahami aturan khusus bagi organisasi dan praktik‐praktik terbaik (best practices) tertentu yang bermanfaat bagi organisasi. Oleh karena itu, auditor internal dapat berbagi pengetahuan melalui pelatihan (training). Biasanya, kemampuan spesifik inilah yang diminta dengan metode penyampaian disesuaikan dengan target pegawai penerima pelatihan. Pelatihan dapat juga dilakukan dengan mengikutsertakan auditor internal di dalam proses yang ingin diperbaiki, yaitu dengan on the job training. Metode ini secara langsung terjadi transfer pengetahuan dari auditor internal kepada peserta pelatihan. Kegiatan konsultansi yang termasuk dalam kelompok pelatihan, adalah:
1. pelatihan manajemen risiko dan pengendalian intern;
2. benchmark unit internal dengan unit lainnya dari organisasi yang serupa untuk mengidentifikasikan praktik‐praktik terbaik; dan
3. post mortem analysis yaitu mencarikan pelajaran yang dapat diambil dari suatu kegiatan setelah kegiatan tersebut diselesaikan.
Kegiatan fasilitatif memerlukan keterlibatan yang lebih mendalam dari auditor internal dalam melaksanakan tugas‐tugasnya membantu manajemen meningkatkan kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya. Contoh kegiatan ini ialah Contol Self Assessment (CSA) yang memerlukan fasilitasi dari auditor internal. Pengetahuan yang dimiliki oleh auditor internal dalam hal ini diperlukan untuk memfasilitasi diskusi tentang proses bisnis dan pengendalian. Diskusi yang dilakukan terkait dengan proses yang ada dibandingkan dengan proses yang diinginkan. Gap yang terjadi dianalisis dan ditentukan langkah‐langkah untuk menutup gap tersebut. Auditor internal menjadi penuntun dalam diskusi tersebut. Namun demikian, auditor internal harus tetap objektif dan tidak masuk terlalu dalam kepada area yang menjadi tanggungjawab manajemen. Auditor internal dalam kegiatan fasilitatif berfungsi sebagai narasumber, fungsi pelaksanaan pengambil keputusan tetap berada pada pihak manajemen.
Penugasan konsultansi yang bersifat fasilitatif seperti:
1. memfasilitasi proses penilaian risiko organisasi;
2. memfasilitasi penilaian mandiri terhadap pengendalian oleh manajemen;
3. memfasilitasi manajemen dalam merancang kembali pengendalian dan prosedur untuk suatu area yang berubah secara signifikan; dan
4. berlaku sebagai perantara (liaison) dalam isu‐isu pengendalian antara manajemen dengan auditor ekstern, rekanan, dan kontraktor.
Walaupun penugasan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok kegiatan konsultansi, dalam pelaksanaannya setiap kegiatan tidak sepenuhnya berdiri sendiri. Seperti dalam kegiatan fasilitatif, dalam proses pemberian layanannya, auditor internal juga memberikan pelatihan kepada manajemen dan para pegawai yang terlibat untuk keberhasilan tujuan penugasan.
Secara umum, tahapan penugasan konsultansi secara esensial sama dengan penugasan assurance. Terdapat tahapan perencanaan, pelaksanaan dan komunikasi. Namun demikian, pelaksanaan tahapan tergantung dari sifat dan jenis penugasan, sehingga ada kemungkinan salah satu langkah di dalam suatu tahapan tidak dilaksanakan. Selain itu, sangat penting untuk diperhatikan bahwa jasa konsultansi dan assurance tidak selalu merupakan suatu penugasan terpisah. Auditor internal harus menyadari bahwa jasa assurance dan konsultansi kadang tergabung dalam satu penugasan, yang sering disebut sebagai penugasan gabungan (blended engagement). Penugasan jenis ini menggabungkan sisi assurance dengan konsultansi dalam suatu pendekatan terpadu (consolidated approach). Hal yang harus dijaga ialah independensi dan objektivitas. Selain itu, komunikasi hasil penugasan juga perlu dipisahkan karena maksud dan lingkup penugasan yang berbeda.
B. PEMILIHAN PENUGASAN KONSULTANSI
Sangat mungkin terjadi, keterbatasan sumber daya menjadikan fungsi auditor internal tidak dapat menerima permintaan manajemen untuk melaksanakan penugasan konsultansi, sehingga perlu dilakukan pemilihan atas penugasan ini secara selektif. Pemilihan seharusnya didasarkan
kepada tingkat besaran risiko yang terkait pada penugasan. Beberapa cara menetapkan penugasan konsultansi adalah sebagai berikut.
1. Penugasan diusulkan selama proses penilaian risiko tahunan dan, jika penugasan dikategorikan prioritas tinggi, penugasan tersebut dimasukkan ke dalam rencana audit internal tahunan.
2. Penugasan spesifik yang diminta oleh manajemen.
3. Kondisi terkini atau perubahan‐perubahan yang mengharuskan fungsi auditor internal memberi perhatian.
C. PROSES PENUGASAN KONSULTANSI
Diantara tiga jenis penugasan konsultansi, penugasan advisory adalah penugasan yang memiliki tahapan paling mirip dengan tahapan jasa assurance. Untuk selanjutnya, materi ini membahas kegiatan advisory. Secara umum, tiga tahapan dalam penugasan advisory sama dengan tahapan penugasan assurance. Perbedaan terletak pada langkah‐langkah di dalam tahapannya. Pada praktiknya, beberapa langkah mungkin tidak diperlukan.
D. PERENCANAAN PENUGASAN KONSULTANSI
Kegiatan perencanaan dalam bidang advisory tidak jauh beda dengan kegiatan perencanaan di bidang assurance. Beberapa perbedaannya adalah sebagai berikut.
1. Jika penugasan advisory dilakukan setelah rencana audit internal difinalkan, kegiatan perencanaan biasanya lebih sensitif terhadap waktu dan kemungkinan perlu diselesaikan dalam waktu yang sangat mendesak. Seringkali jangka waktu untuk penugasan semacam ini tidak fleksibel sebagai akibat lingkungan yang melingkupi pengendalian fungsi audit internal atau karena umpan balik sensitif terhadap waktu.
2. Tidak semua tahapan perencanaan cocok dengan setiap penugasan konsultansi, perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Berikut penjelasan setiap langkah di dalam setiap tahapan perencanaan.
1. Penentuan Sasaran dan Ruang Lingkup Penugasan
Perencanaan penugasan advisory dimulai ketika penugasan konsultansi diidentifikasikan dan dijadwalkan. Pada tahap perencanaan, auditor harus mampu mengenali dan memahami ekspektasi pelanggan atas penugasan yang disepakati. Perolehan kesepakatan tentang sasaran penugasan di awal penugasan sangatlah penting. Dalam penugasan konsultansi sasaran mungkin tidak terdefinisi secara tetap dan dapat berubah sejalan dengan semakin banyak informasi yang diperoleh. Contoh penugasan konsultansi jenis advisory ialah:
a. reviu rancangan pengendalian dan pemberian masukan untuk perbaikan;
b. pemberian input tentang rancangan suatu proses baru;
c. reviu sistem komputer baru sebelum penerapannya;
d. pemberian saran selama proses reviu due dilligence untuk kegiatan merger dan akuisisi.
Keterbatasan sumber daya harus dipahami dengan baik terkait dengan penugasan yang dijalankan. Dengan demikian, fungsi auditor internal perlu memberi batasan dalam penugasan baik dalam hal lingkup penugasan maupun waktu.
2. Memperoleh Persetujuan tentang Sasaran dan Ruang Lingkup dari Pemberi Penugasan
Seperti dinyatakan dalam standar IIA 2201 C1, persetujuan sasaran dan lingkup penugasan harus mendapat persetujuan dari manajemen pemberi tugas (pelanggan). Kesepakatan ini perlu didokumentasikan dan direviu bersama dengan manajemen pemberi tugas agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari. Selain itu, auditor perlu mendiskusikan output yang diharapkan dari hasil penugasan. Hal ini perlu agar auditor mampu memenuhi ekspektasi pemberi tugas.
3. Memahami Lingkungan Penugasan dan Proses Bisnis yang Relevan
Auditor akan berhasil dalam melaksanakan tugasnya jika dia memahami dengan baik di lingkungan mana organisasi kliennya berada. Hal ini karena perspektif yang luas dan cara pandang terhadap organisasi secara menyeluruh akan membantu auditor dalam memberikan nilai tambah bagi organisasi.
4. Memahami Risiko‐risiko yang Relevan (jika diperlukan)
Auditor internal yang memberikan saran tentang risiko dan manajemen risiko seharusnya memiliki pemahaman yang baik tentang toleransi organisasi dan pemberi tugas terhadap risiko.
5. Memahami Rancangan Pengendalian (jika diperlukan)
Dalam beberapa kejadian, auditor perlu memahami pengendalian tertentu. Penentuan pengendalian mana yang relevan membutuhkan judgement auditor. Sekali pengendalian yang relevan dipahami, pengendalian tersebut harus dikaitkan dengan risiko terkait yang teridentifikasi di langkah sebelumnya.
6. Mengevaluasi Rancangan Pengendalian (jika diperlukan)
Pengendalian yang teridentifikasi dalam langkah sebelumnya perlu dievaluasi, jika hal itu relevan dengan penugasan konsultansi yang dilaksanakan.
7. Menentukan pendekatan pelaksanaan penugasan
Pendekatan penugasan harus dirancang untuk mencapai sasaran penugasan konsultansi untuk pemberian saran. Hal ini mencakup penetapan auditor internal atas sifat, waktu dan kecukupan bukti dan prosedur yang perlu dilakukan untuk memperoleh bukti.
8. Mengalokasikan Sumber Daya untuk Penugasan
Alokasi sumber daya memperhatikan kemampuan (pengetahuan, kelahlian dan ketrampilan) dan pengalaman kerja auditor. Hal ini perlu untuk mempercepat dan meyakinkan bahwa penugasan dapat mencapai sasaran penugasan yang telah ditetapkan.
E. PELAKSANAAN PENUGASAN KONSULTANSI
Setiap kegiatan penugasan konsultansi memiliki langkah yang berbeda, beberapa prosedur yang dilaksanakan dalam penugasan tersebut mencakup:
1. pemahaman isu‐isu manajemen yang berkaitan dengan area yang sedang direviu;
2. perolehan informasi;
3. melakukan prosedur analitis;
4. mereviu berbagai dokumen, termasuk struktur organisasi, bagan arus proses, dan prosedur standar (SOP);
5. penggunaan teknik audit berbantuan komputer;
6. pemahaman pengendalian dan penetapan pengendalian yang perlu ditingkatkan; dan
7. evaluasi efisiensi pengendalian yang ada.
Dapat tidaknya prosedur tersebut diaplikasikan tergantung pada sifat penugasan konsultansi.
1. Pengumpulan dan Evaluasi Bukti
Audior harus memperoleh bukti yang cukup untuk mendukung ketercapaian sasaran penugasan. Auditor mengevaluasi bukti dan menetapkan jenis saran yang akan diberikan. Evaluasi bukti perlu didokumentasikan ke dalam kertas kerja.
2. Penyusunan Saran
Penting untuk dipastikan bahwa saran yang diberikan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam penugasan, dapat dimengerti oleh klien, dan dapat dilaksanakan. Saran harus mengindikasikan secara jelas bahwa apa yang diperlukan klien dapat dicapai.
F. KOMUNIKASI DAN TINDAK LANJUT
Komunikasi hasil penugasan penting baik dalam penugasan assurance maupun konsultansi. Ada kesamaan dan ada pula perbedaannya. Berikut adalah langkah‐langkah komunikasi.
1. Menentukan Sifat dan Bentuk Komunikasi dengan Pemberi Tugas
Komunikasi dalam penugasan konsultansi dapat berbagai bentuk. Tergantung dari sifat penugasan dan ekspektasi klien, komunikasi dapat lebih informal jika dibandingkan dengan penugasan assurance misal cukup dengan presentasi, memorandum atau e‐mail.
2. Melakukan Pembahasan Saran dengan Manajemen
Ada kemungkinan suatu hal mempengaruhi ketepatan saran yang diberikan oleh auditor kepada kliennya. Oleh karena itu, saran perlu dipahami oleh klien, dan dapat diimplementasikan secara efektif.
3. Melaksanakan Komunikasi Interim dan Komunikasi Awal Penugasan
Penugasan konsultansi sangat sensitivitas terhadap waktu, hal ini mengakibatkan perlunya melakukan komunikasi segera dan sesering mungkin.
4. Membangun Komunikasi Akhir Hasil Penugasan
Formal atau tidaknya bentuk komunikasi, selain tergantung dari jenis jasa yang diberikan (konsultansi atau assurance) juga tergantung kepada kesepakatan antara auditor dengan klien tentang materi apa yang akan disampaikan.
5. Mendistribusikan Komuniksi Akhir Hasil Penugasan
Komunikasi akhir penugasan konsultansi disampaikan kepada pihak yang menerima jasa fungsi auditor internal.
6. Melaksanakan Pemantauan dan Tindak Lanjut (jika diperlukan)
Kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dalam jasa konsultansi bisa dilakukan selama proses penugasan. Dengan demikian, maka kemungkinan kegiatan pemantauan dan tindak lanjut tidak diperlukan lagi, mengingat selama penugasan telah langsung dilakukan perbaikan.
G. PERUBAHAN JASA KONSULTANSI
Kegiatan auditor intern sebelumnya berfokus pada jasa assurance. Adanya perubahan paradigma menuntut auditor selain memberikan jasa assurance juga memberikan jasa konsultansi. Hal ini berimplikasi perlunya perubahan mindset auditor. Auditor internal dituntut untuk memberikan nilai tambah dari hasil kerjanya. Nilai hasil kerja auditor internal akan bertambah jika sanggup mendorong pencapaian tujuan organisasi, memudahkan peningkatan di bidang operasional, dan/atau mengurangi risiko. Hal ini dimungkinkan karena auditor internal memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian.
H. KAPABILITAS YANG DIPERLUKAN
Secara khusus, auditor internal yang melaksanakan kegiatan konsultansi diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memiliki keahlian memfasilitasi dan kolaborasi.
2. Memiliki pengalaman tugas secara umum maupun keahlian spesifik.
3. Mampu membangun hubungan baik dengan cepat dan memiliki keahlian interpersonal
yang kuat.
4. Mampu berpikir analitis dalam menyelesaikan masalah‐masalah yang tidak terstruktur.
5. Mampu belajar dan beradaptasi secara cepat di tengah lingkungan yang dinamik.
6. Mampu memproses dan merespon informasi secara cepat dan tepat.
Komentar
Posting Komentar